Beberapa hari kemarin, gw lagi menuju tempat kegiatan dengan menggunakan kendaraan sejuta umat, Angcot. Ditengah perjalan gak menyangka gw melihat sebuah pemandangan yang miris. Seorang anak kecil menggunakan seragam sekolah SD, berjalan ditepi dengan teman2nya, dan ia memegang sebatang ROKOK (untulk selanjutnya, kata tersebut gw sensor).
Back to kompi again, bukan sekedar hanya dipegang saja, tapi *sensor* itu membara diujungnya. Sebelum mobil angcot itu melaju meninggalkan mereka, gw liat *sensor* itu sudah berada di mulut sang anak SD.
Apakah anak itu tahu, akibat yang akan ditimbulkan *sensor* yang BERBAHAYA itu? Ya…
Mungkin ia tahu, kata2 “Merokok dapat menyebabkan impotensi, kanker, gangguan kehamilan dan janin” yang terdapat dibalik kemasan *sensor* yang secara jelas menuliskan akibat jika menghisap *sensor*.
Apakah anak itu tahu, berapa banyak piti (duit, in minang language) yang harus ia keluarkan. Bahkan ia harus mengurangi uang jajannya hanya untuk membeli sebatang *sensor*. Atau ia rela uang jajannya digunakan untuk menghisap *sensor* agar dibilang “jagoan” atau “lelaki sejati” oleh teman2nya.
Sungguh ironi, sungguh, sebuah *sensor* yang seygogyanya adalah sebuah benda sangat berbahaya bagi kesehatan, merupakan salah satu penghasilan negara (dari pajaknya) dan sumber penghasilan para buruh pembuat *sensor* tersebut, atau perusahaan produsen memberikan beasiswa untuk olah raga dan pendidikan.
Saat MUI mengeluarkan fatwa haram pada *sensor* pun terjadi pro dan kontra karena alasan2 seperti diatas.
menurut pendapat gw, pemecahan masalah *sensor* ini adalah:
1. Tempat ditemukannya *sensor* tidak bebas, artinya dijual pada tempat2 tertentu seperti apotik.
2. Yang bisa membelinya hanyalah orang dewasa.
3. Buatkan lapangan pekerjaan selain buruh *sensor* agar jika suatu saat nanti rokok sudah benar2 dilarang, tidak ada kenaikan jumlah pengangguran akibat ditutupnya pabrik rokok.
4. Dibuat produk alternatif lain yang bisa mengurangi efek buruk *sensor* bahkan subtitusi *sensor*.
Akhir kata, hidup ini pilihan, choice it well.
Kebanyakan yang di*sensor* dit T.T
BalasHapusbiar ga tersebar kata2 ROKOK. Biar orang indonesia ngga biasa denger, baca, lihat, kata2 ROKOK. Biar mereka tidak tahu ROKOK.
BalasHapusmaf, q esmossi klo ngomong ROKOK.
jadinya di sensor